Tanda Kesiapan dan Tips Memulai Toilet Training pada Anak

Article 08 Aug 2025 |
Penulis : Risda Monica, S.Gz., Dietisien
Ibu mulai mengenalkan toilet training pada anak

Toilet training termasuk proses penting dalam tumbuh kembang anak yang menandai transisi dari penggunaan popok ke kemampuan buang air secara mandiri. Proses ini melibatkan kesiapan fisik, emosional, dan psikologis anak. Setiap anak memiliki waktu kesiapan yang berbeda, sehingga dibutuhkan kesabaran, konsistensi, dan pendekatan yang positif dari orang tua atau pengasuh.

Kapan Anak Siap Memulai Toilet Training?

Tidak ada usia pasti untuk memulai toilet training, karena proses ini sangat bergantung pada kematangan fisik dan emosional anak. Umumnya, tanda-tanda kesiapan muncul antara usia 18 bulan hingga 2,5 tahun. Keberhasilan toilet training sangat bergantung pada kesiapan anak, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Oleh karena itu, orang tua perlu memastikan anak sudah siap sebelum memulai proses ini.

Tanda Anak Siap Toilet Training

Kesiapan anak untuk toilet training ditandai oleh perkembangan kemampuan fisik, kognitif, dan emosional. Beberapa tanda yang menunjukkan kesiapan anak menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) antara lain:

  1. Meniru perilaku orang dewasa, seperti mengikuti ke kamar mandi atau menunjukkan rasa ingin tahu.

  2. Mampu mengikuti instruksi sederhana, misalnya mengembalikan benda ke tempatnya.

  3. Menunjukkan kemandirian, seperti mampu berkata "tidak" sebagai bentuk kontrol diri.

  4. Bisa berjalan dan duduk dengan stabil.

  5. Mampu menyampaikan keinginan untuk buang air.

  6. Bisa melepas dan mengenakan pakaian sendiri.

Tantangan dalam Memulai Toilet Training

Proses toilet training tidak selalu berjalan mulus dan sering kali disertai berbagai tantangan yang bisa memengaruhi keberhasilannya. Setiap anak memiliki ritme perkembangan yang berbeda, sehingga orang tua dan pengasuh perlu memahami berbagai faktor yang dapat menjadi hambatan selama pelatihan. Berikut tantangan yang sering terjadi dalam fase toilet training.

1. Perbedaan Metode Training

Dalam proses toilet training, ada dua pendekatan utama yang sering digunakan. Pendekatan pertama adalah child-oriented, yakni pelatihan toilet yang dilakukan berdasarkan kemunculan tanda-tanda kesiapan anak secara alami. Kedua adalah structured behavioural, yaitu latihan yang dilakukan secara terjadwal dan lebih terstruktur.

Meskipun banyak orang tua memilih metode yang terjadwal, hasil akhirnya (usia anak saat berhasil toilet training) biasanya tidak jauh berbeda dengan pendekatan yang mengikuti kesiapan anak. Beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa metode berdasarkan kesiapan anak bisa lebih berhasil. Namun, sampai saat ini belum ada metode yang dianggap paling efektif, karena setiap keluarga memiliki budaya, kebiasaan, dan preferensi yang berbeda-beda.

2. Durasi Pelatihan yang Berbeda

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memulai pendampingan toilet training sebelum anak berusia sekitar 27 bulan memang bisa mempercepat fase awal, tetapi justru memperpanjang durasi secara keseluruhan. Anak yang memulai toilet training terlalu dini biasanya membutuhkan waktu lebih panjang untuk bisa lepas dari ketergantungan pada popok secara mandiri..

3. Faktor Kesiapan Anak yang Tak Diukur

Penelitian tahun 2024 memperkenalkan Toilet Training Readiness Scale (TTRS), yaitu alat untuk menilai kesiapan anak menjalani toilet training berdasarkan aspek sosial, perilaku, dan perkembangan. Hasil studi menunjukkan bahwa anak dengan skor kesiapan yang lebih tinggi cenderung menyelesaikan toilet training dengan lebih cepat dan berhasil.

Ketidakkonsistenan di Kalangan Pengasuh

Kesuksesan toilet training sangat tergantung pada keseragaman pendekatan antara orang tua, keluarga, dan pengasuh di daycare. Bila tidak ada koordinasi yang baik, anak mudah bingung dan proses belajar menjadi tidak konsisten.

4. Faktor Sosial-Ekonomi Keluarga

Berbagai faktor, seperti status pekerjaan ibu, jumlah saudara kandung, bentuk struktur keluarga (misalnya keluarga inti atau besar), serta konsistensi dalam menerapkan toilet training, dapat berpengaruh terhadap seberapa cepat dan berhasilnya anak menyelesaikan proses toilet training.

Ibu yang tidak bekerja cenderung lebih terlibat langsung, sehingga proses training dapat berjalan lebih efektif. Dalam keluarga besar, perbedaan pendekatan dari anggota keluarga cenderung bisa menyebabkan kebingungan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keberhasilan toilet training pada anak. Namun, faktor yang paling menentukan adalah konsistensi yaitu membangun rutinitas dan pendekatan yang stabil. Jika hal ini dilakukan maka akan membantu anak lebih cepat beradaptasi dan meningkatkan keberhasilan training.

5. Risiko Konstipasi dan Penolakan Buang Air Besar

Anak yang merasa takut buang air di toilet, misalnya karena pengalaman menyakitkan, akan sering menahan diri, yang kemudian menimbulkan konstipasi. Situasi seperti ini memperparah resistensi terhadap toilet dan memperlama proses.

Hal yang Perlu Disiapkan sebelum Memulai Toilet Training

Berikut beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan sebelum memulai toilet training.

1. Kesepakatan Antar Pengasuh

Semua pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak, baik orang tua, kakek-nenek, maupun pengasuh di tempat penitipan perlu memiliki pemahaman dan pendekatan yang sama agar proses toilet training berjalan konsisten.

2. Memahami Kesiapan Anak

Sebelum memulai toilet training, penting untuk mengamati tanda-tanda kesiapan anak dari segi fisik, emosional, dan kemampuan kognitifnya. Contohnya, anak sudah mampu duduk dengan mantap, dapat melepas pakaiannya tanpa bantuan, dan bisa menyampaikan keinginannya untuk buang air kecil atau besar.

3. Menyesuaikan dengan Temperamen Anak

Setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda. Penting untuk menyesuaikan pendekatan toilet training dengan karakter anak, apakah ia mudah beradaptasi atau butuh waktu lebih lama dalam menghadapi perubahan.

4. Menentukan Waktu yang Tepat

Pilih waktu saat rutinitas keluarga tidak terlalu padat atau penuh perubahan besar (misalnya pindah rumah atau kelahiran adik), agar anak tidak merasa tertekan.

5. Menyiapkan Peralatan yang Mendukung

Peralatan juga perlu disiapkan seperti potty atau dudukan toilet khusus anak, celana dalam training, serta pakaian yang mudah dilepas. Sediakan peralatan khusus anak yang menarik dan membuat anak lebih semangat ketika toilet training.

6. Konsultasi dengan Tenaga Medis Bila Perlu

Jika orang tua merasa belum yakin dengan kesiapan anak atau memiliki kekhawatiran tertentu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya anak agar mendapat panduan dan pendekatan yang tepat.

Langkah Melakukan Toilet Training yang Tepat

Setelah memastikan kesiapan anak untuk memulai toilet training dan orang tua juga sudah melakukan langkah-langkah persiapannya, toilet training bisa segera dimulai. Berikut merupakan langkah-langkan yang bisa diterapkan dalam mengenalkan toilet training pada anak:

  1. Ajarkan anak untuk memberi tahu saat ia ingin buang air kecil atau besar, baik secara dengan berbicara langsung maupun melalui isyarat.

  2. Bantu anak belajar melepas celana atau pakaian bawah.

  3. Ajak anak duduk di toilet atau potty dengan nyaman dan tanpa paksaan. Walaupun anak laki-laki, pengenalan toilet training tetap disarankan dengan duduk terlebih dahulu.

  4. Ajarkan anak untuk menyeka area genital atau anus dengan benar, sesuai jenis kelamin dan usianya.

  5. Latih anak untuk mengenakan kembali celana atau pakaiannya secara mandiri selepas buang air.

  6. Libatkan anak dalam proses menyiram toilet setelah selesai, untuk membangun rasa tanggung jawab.

  7. Biasakan mencuci tangan setelah buang air untuk menjaga kebersihan dan kesehatan.

Jadikan proses ini sebagai bagian dari rutinitas harian, tidak sebagai tekanan. Dukung anak dengan penuh kesabaran dan berikan pujian setiap kali anak berhasil melakukan salah satu tahap. Hindari menunjukkan rasa cemas atau menuntut anak agar cepat mandiri, karena hal ini bisa membuat anak enggan atau justru menahan buang air.

Parenting

ic-brand
Tunggu sebentar