Pekan Menyusui Sedunia 2025: Ciptakan Dukungan Berkelanjutan untuk Mencapai Keberhasilan Menyusui

Article 06 Aug 2025 |
Penulis : Risda Monica, S.Gz., Dietisien
Ibu menyusui bayi ditemani ayah

Awal Agustus setiap tahunnya diperingati sebagai Pekan Menyusui Sedunia untuk mengingatkan pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang anak dan kesehatan ibu. Pada tahun 2025 ini, tema yang diangkat adalah "Utamakan Menyusui, Ciptakan Sistem Dukungan yang Berkelanjutan", mengajak keluarga, tenaga kesehatan, tempat kerja, hingga pembuat kebijakan membangun lingkungan yang mendukung ibu menyusui dari rumah sampai ruang publik.

Tantangan dalam Pemberian ASI

Menyusui memang proses alami, tapi bukan berarti selalu berjalan mulus. Banyak ibu menghadapi kendala, baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar, yang bisa memengaruhi keberhasilan pemberian ASI. Berikut beberapa tantangan yang umum terjadi:

1. Kurangnya Pengetahuan dan Pemahaman

Banyak ibu tidak memiliki informasi yang cukup mengenai manfaat menyusui eksklusif dan teknik menyusui yang benar. Selain itu, terdapat miskonsepsi budaya seperti kepercayaan bahwa kolostrum sulit dicerna atau menyusui akan melemahkan tubuh ibu. Hal-hal tidak berdasar seperti inilah yang sering menjadi penghambat awal menyusui.

2. Persepsi Susu Tidak Cukup

Ibu sering merasa bahwa ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi, yang membuat mereka memberi susu formula lebih awal. Padahal, persepsi ini sering tidak akurat dan dapat mengganggu produksi ASI.

3. Tekanan Sosial dan Budaya

Adanya campur tangan keluarga seperti ibu mertua atau norma masyarakat bisa mendorong pemberian makanan pendamping sebelum waktunya yang menjadi penyebab kegagalan ASI eksklusif. Selain itu, ibu juga sering dihadapkan dengan promosi agresif susu formula oleh produsen. Hal ini termasuk adanya pemberian hadiah ke ibu atau tenaga kesehatan, yang menyebabkan terganggunya praktek menyusui eksklusif.

4. Tantangan di Tempat Kerja

Ibu yang bekerja sering terpaksa menghentikan menyusui lebih awal karena ketidaktersediaan fasilitas menyusui, kurangnya waktu istirahat, atau cuti melahirkan yang pendek. Banyak tempat kerja tidak menyediakan ruangan privat atau penyimpanan ASI seperti pendingin khusus sehingga menyulitkan ibu bekerja untuk menyusui atau memerah ASI.

5. Dukungan Fasilitas Kesehatan Kurang

Di banyak rumah sakit, terutama di Indonesia, dukungan menyusui setelah melahirkan masih minim. Bayi sering dipisahkan dari ibu, dan tidak ada konsultasi laktasi yang memadai. Hal ini bisa memicu penundaan inisiasi menyusui dan masalah pada pelekatan dan posisi menyusui.

6. Masalah Fisik dan Teknis Menyusui

Nyeri puting, trauma jaringan puting (cracked nipple), atau pembengkakan payudara (engorgement) dapat menghambat proses menyusui dan membuat ibu berhenti lebih cepat. Selain itu, penundaan produksi ASI (delayed onset lactation), terutama setelah lahir dengan operasi caesar dan minim kontak kulit ke kulit dini juga menjadi hambatan awal.

Peran Berbagai Sektor untuk Mendukung Pemberian ASI

Tantangan menyusui tidak bisa diatasi sendirian oleh ibu. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk tenaga kesehatan, keluarga, lingkungan kerja, hingga kebijakan pemerintah agar ibu dapat menyusui secara optimal dan berkelanjutan. Berikut peran penting yang dapat dilakukan masing-masing sektor:

Sektor Kesehatan (Fasilitas & Profesional)

Fasilitas kesehatan maupun professional seperti konselor menyusui dapat memberikan edukasi prenatal dan postnatal yang terstruktur kepada ibu. Edukasi yang disertai dengan pelatihan laktasi secara personal dan tindak lanjut melalui panggilan telepon terbukti dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif serta memperkuat rasa percaya diri ibu dalam proses menyusui.

Rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya menyediakan layanan ramah menyusui. Praktik seperti kontak kulit-ke-kulit segera setelah lahir (skin-to-skin), IMD, dan rooming-in meningkatkan keberhasilan menyusui awal. Selain itu, keterlibatan konsultan laktasi sejak awal juga sangat membantu.

Sektor Komunitas dan Sosial

Munculkan dukungan melalui peer support dan “Care Groups”. Relawan yang merupakan ibu dengan pengalaman menyusui dapat memberikan dukungan praktis sekaligus emosional kepada ibu baru, sehingga membantu mereka merasa lebih percaya diri dan tidak merasa sendirian dalam menjalani proses menyusui. Model seperti “Care Group” terbukti efektif menyebarkan edukasi gizi dan menyusui secara peer-to-peer di komunitas, terutama apabila dipandu oleh tenaga kesehatan seperti dokter atau konselor menyusui.

Keterlibatan keluarga baik ayah, mertua, dan lainnya penting dalam mendukung keberhasilan ibu menyusui. Pendidikan laktasi yang cukup memadai di keluarga dapat menekan mitos dan memperkuat dukungan lingkungan rumah.

Sektor Dunia Kerja (Kebijakan dan Fasilitas)

Buatlah kebijakan cuti yang memadai dan dukungan waktu menyusui. Cuti melahirkan selama 14–18 minggu atau lebih serta adanya waktu untuk menyusui atau memompa ASI dapat mendukung ibu memberikan ASI yang cukup bagi bayinya.

Sediakan fasilitas tempat menyusui/pemompaan di tempat kerja. Ketersediaan lactation room yang privat, bersih, dan nyaman serta opsi penitipan anak dekat kantor meningkatkan praktik menyusui di antara ibu pekerja.

Kebijakan dan Regulasi Pemerintah

Turut terlibat sebagai pemberi kebijakan seperti International Labour Organization’s Maternity Protection Convention. Kebijakan ini mendorong negara menetapkan cuti melahirkan memadai, fasilitas menyusui, serta istirahat menyusui berbayar di tempat kerja. Selain itu, pemerintah harus tegas mengenai regulasi pemasaran susu formula. Penguatan pelaksanaan Kode Internasional WHO tentang pemasaran pengganti ASI wajib dilakukan agar promosi formula oleh industri tidak mengganggu praktik pemberian ASI.

Gizi Anak

ic-brand
Tunggu sebentar