Pernah dengar tentang metode Montessori? Belakangan ini, pendekatan pendidikan ini semakin populer, terutama di kalangan orang tua dan pendidik.
Montessori bukan sekadar gaya belajar biasa, metode ini mengajak anak-anak untuk belajar secara alami, mandiri, dan penuh rasa ingin tahu. Tanpa tekanan dan tanpa paksaan, anak dikenalkan pada dunia melalui pengalaman langsung dan lingkungan yang mendukung. Seru, bukan?
Yuk, kita kenalan lebih dekat dengan dunia Montessori!
Apa Itu Montessori?
Metode Montessori adalah pendekatan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan dan minat anak. Dalam sistem ini, anak diberikan kebebasan untuk beraktivitas, dengan proses belajar yang sangat berpusat pada anak. Nilai-nilai kemandirian ditanamkan melalui kegiatan praktis sehari-hari, sehingga memungkinkan anak belajar melakukan hal-hal yang mereka butuhkan secara mandiri.
Metode ini membagi kegiatan belajar menjadi lima area utama:
Practical Life (Keterampilan Hidup): kegiatan sehari-hari seperti menuang air atau menyapu.
Sensorial (Stimulasi Indra): eksplorasi bentuk, warna, tekstur, dan suara.
Language (Bahasa): membaca, menulis, dan berkomunikasi.
Mathematics (Matematika): konsep angka, penjumlahan, pengurangan, dan lainnya.
Cultural (Sains & Budaya): mengenalkan dunia alam, geografi, sejarah, dan seni.
Prinsip Dasar Metode Montessori
Metode Montessori didasarkan pada sejumlah prinsip utama:
Montessori memandang bahwa setiap anak unik
Montessori membangun kepercayaan diri, disiplin, kemandirian, dan menghargai perbedaan
Montessori adalah metode yang menjadikan anak sebagai pusatnya
Montessori adalah pendidikan yang melibatkan seluruh indra dan gerakan tubuh
Montessori mendorong kebebasan yang bertanggungjawab
Montessori menerapkan kelas lintas usia (vertical grouping).
Berapa Usia Ideal untuk Mempraktikkan Metode Montessori?
Montessori bisa diterapkan sejak bayi baru lahir hingga usia 18 tahun. Namun, periode paling populer adalah usia 0–6 tahun, saat otak anak berkembang sangat pesat dan mereka menyerap informasi dengan sangat mudah.
Fase perkembangan anak menurut Montessori:
0–6 tahun: usia dini
6–12 tahun: usia sekolah dasar
12–18 tahun: remaja
18–24 tahun: dewasa muda
Usia terbaik untuk memulai adalah 0–3 tahun, karena masa ini dikenal sebagai absorbent mind phase, yaitu periode ketika anak menyerap informasi secara alami dan tanpa usaha sadar.
Meskipun begitu, banyak program Montessori formal baru dimulai pada usia 2,5 hingga 3 tahun. Kelebihannya, pada usia ini anak umumnya sudah mulai mampu mandiri dan memiliki rentang perhatian yang lebih baik, sehingga bisa lebih maksimal dalam menyerap materi yang ditawarkan. Namun, masa sensitif untuk stimulasi sensorik dan motorik halus sebenarnya sudah dimulai sejak bayi, sehingga ada peluang perkembangan awal yang terlewatkan.
Apa yang Terjadi Jika Tidak Menggunakan Pendekatan Montessori?
Montessori menekankan bahwa lingkungan yang tidak disiapkan secara tepat dapat menghambat potensi alami anak untuk belajar dan tumbuh secara seimbang secara kognitif, emosional, maupun sosial.
Tidak menerapkan metode Montessori bukan berarti anak tidak akan berkembang dengan baik, namun ada beberapa potensi yang mungkin kurang terasah secara optimal. Tanpa pendekatan seperti Montessori, anak bisa kehilangan kesempatan untuk:
Mengembangkan kemandirian sejak dini
Belajar sesuai ritme dan minat pribadinya
Mengeksplorasi lingkungan secara aktif dan mandiri
Mengasah keterampilan sosial lewat kerja sama dalam lingkungan yang terstruktur
Contoh Kegiatan Montessori Sesuai Usia
Berikut beberapa contoh kegiatan Montessori yang disesuaikan berdasarkan usia anak:
Usia 0–1 tahun (Fokus: stimulasi sensorik & motorik dasar)
1. Mengamati mobile Montessori
2. Meraih dan menggenggam benda bertekstur
3. Latihan tummy time untuk menguatkan otot leher dan punggung
4. Cermin di dinding untuk refleksi diri
Usia 1–3 tahun (Fokus: koordinasi gerakan, kemandirian dasar)
1. Menuang air dari satu wadah ke wadah lain
2. Menyeka atau membersihkan tumpahan
3. Memakai dan melepas sepatu sendiri
Usia 3–6 tahun (Prasekolah)
Fokus: kemandirian, keterampilan praktis, literasi awal