Camilan kemasan sering jadi pilihan praktis saat orang tua sibuk atau ingin memberi sesuatu yang disukai si kecil. Rasanya yang lezat, serta bentuk dan kemasan lucu sangat mudah menarik perhatian anak.
Namun, bolehkah sebenarnya anak-anak mengonsumsi snack kemasan? Apakah aman untuk tumbuh kembang mereka, atau justru berisiko jika dikonsumsi terlalu sering? Yuk, simak faktanya!
Kenapa Snack Kemasan Sering Dinilai Tidak Sehat?
Snack kemasan sering dinilai tidak sehat karena beberapa alasan, terutama dari sisi kandungan gizinya. Berikut beberapa kandungan umum yang ditemukan pada snack kemasan:
Tinggi Gula, Garam, dan Lemak (GGL)
Tingginya kandungan GGL membuat rasa snack menjadi lebih enak dan memicu keinginan untuk makan lagi. Padahal, jika snack yang seperti ini dikonsumsi berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan, seperti obesitas atau gangguan metabolisme yang berkepanjangan.
Minim Zat Gizi
Umumnya snack kemasan mengandung protein, serat, vitamin dan mineral yang minim. Padahal tubuh membutuhkan zat gizi ini untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mehanan rasa kenyang lebih lama, serta menjaga kestabilan hormon dan energi tetap stabil.
Mengandung Zat Tambahan
Snack juga bisa mengandung zat tambahan seperti pewarna buatan, perasa, pengawet. Walaupun dalam beberapa snack zat tambahan masih dalam batas aman, konsumsinya tetap perlu dibatasi.
Apakah Anak Sama Sekali Tidak Boleh Konsumsi Snack Kemasan?
Bukan tidak boleh sama sekali. Sebenarnya, tidak semua snack kemasan itu tidak sehat. Ada beberapa snack yang bergizi dan bisa menjadi bagian dari pola makan seimbang. Namun, sayangnya snack yang paling sering dijumpai dan disukai anak-anak justru yang kandungan gizinya kurang lengkap.
Banyak produk snack yang sebagian besar hanya berisi karbohidrat, tinggi gula dan garam, tetapi minim protein dan juga vitamin. Selain itu, biasanya ada zat tambahan seperti pewarna, perasa buatan, atau pengawet. Jadi, jika anak ingin mengonsumsi snack kemasan, orang tua atau keluarga bisa lebih mengarahkan ke pilihan snack kemasan yang lebih sehat dan aman.
Snack yang Diperbolehkan untuk Anak
Berikut ciri-ciri snack kemasan yang lebih aman dikonsumsi anak:
Usahakan kandungan gula total di bawah 5–10 gram per sajian.
Pilih kadar natrium (garam) yang di bawah 140 mg per sajian.
Hindari produk yang terdapat “partially hydrogenated oil” atau “trans fat”.
Hindari produk dengan zat aditif yang terlalu banyak seperti pewarna/perisa buatan.
Pastika tercantum Label BPOM yang juga terdapat nomor atau barcode-nya.
Pilih snack kemasan yang mengandung serat dan/atau protein. Contohnya pada snack dengan bahan dasar gandum utuh, kacang-kacangan, susu, atau keju bisa jadi pilihan lebih baik.
Label "Lebih Sehat" bisa menjadi petunjuk. Beberapa produk memiliki klaim dan menyantumkan label seperti: "Tinggi serat"; "Tanpa tambahan gula"; "Rendah natrium"; "Tidak mengandung lemak trans".
Snack yang Tidak Diperbolehkan
Snack yang tidak dianjurkan untuk anak adalah snack yang tinggi gula dan garam, serta mengandung banyak bahan tambahan pangan (BTP) meskipun legal, apalagi jika tidak disertai kandungan gizi yang seimbang seperti serat dan protein.
Selain itu, penting juga untuk memperhatikan legalitas produk. Snack tanpa izin edar (tidak terdaftar BPOM) atau yang mengandung BTP yang dilarang BPOM jelas tidak boleh dikonsumsi. Artinya, jika ada bahan tambahan pangan (BTP) seperti pemanis, pewarna, atau pengawet, harusnya adalah jenis yang diperbolehkan dan masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.
Namun, meskipun BTP atau kandungan zat aditifnya legal dan aman, tetap tidak dianjurkan dikonsumsi terlalu sering atau berlebihan, terutama oleh anak-anak yang tubuhnya masih berkembang dan lebih sensitif terhadap zat tambahan.
Berapa Usia yang Aman untuk Anak Mulai Konsumsi Snack Kemasan?
Umumnya anak boleh mulai mengonsumsi snack kemasan sejak usia 2 tahun. Berikut saran yang dianjurkan:
Snack yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan dan kebutuhan gizinya.
Porsi dan frekuensinya dibatasi, bukan setiap hari dan bukan sebagai pengganti makanan utama.
Label kemasan harus jelas. Pada kemasan tercantum izin edar dari BPOM dan terdapat informasi nilai gizi maupun komposisi yang lengkap.
Usia Anak | Boleh Snack Kemasan? | Catatan Penting |
---|---|---|
0-6 bulan | ❌ Tidak boleh | ASI eksklusif |
6-12 bulan | ❌ Tidak boleh | MPASI homemade yang bergizi |
1-2 tahun | ⚠️ Sangat dibatasi | Hanya jika sangat perlu, dan pilih yang sangat aman |
≥ 2 tahun | ✅ Boleh dengan syarat | Pilih snack sehat, aman, dan tidak berlebihan |
Contoh Penyesuaian Snack Sesuai Tahap Perkembangan
Usia 6-12 Bulan
Snack kemasan tidak dianjurkan. Contoh snack yang sesuai yaitu puree buah, puding tanpa gula, bubur kacang hijau, chicken egg roll, dan aneka snack homemade lainnya
Usia 1-2 Tahun
Sudah diperbolehkan snack kemasan namun jumlah sangat dibatasi. Snack kemasan seperti biskuit, rice crackers, roti selai kacang. Pilih yang minim gula, garam, dan lemak jenuh.
Usia ≥ 2 Tahun
Sudah diperbolehkan snack kemasan dengan syarat pilih snack kemasan dengan kandungan protein dan serat, rendah gula/garam. Misalnya yoghurt plain, roti gandum, keju stick, puding susu tanpa pemanis buatan, dan granola bar khusus anak.
Batas Konsumsi Snack Kemasan untuk Balita
Cukup 1 kali sehari, hanya dalam jumlah kecil (sekitar 1 porsi kecil atau 1 kemasan mini)
Hanya sebagai selingan, bukan makanan pokok. Misalnya di antara waktu makan pagi dan siang, atau sore hari sebelum makan malam.
Total konsumsi camilan (baik kemasan maupun buatan rumah) idealnya tidak lebih dari 10–15% dari total kebutuhan kalori harian anak. Misalnya, untuk balita usia 1–3 tahun, kebutuhan energi sekitar 1000–1200 kalori per hari, jadi camilan sebaiknya tidak lebih dari 100–180 kalori per hari. Perhatikan label gizi pada kemasan untuk memperhitungkan kalori.
Akibat Jika Anak Terlalu Banyak Makan Snack Kemasan
Konsumsi snack yang berlebihan pada anak dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, antara lain:
Anak mudah kenyang sebelum makan utama, sehingga berpotensi menyebabkan kekurangan zat gizi penting.
Peningkatan risiko gigi berlubang, obesitas, dan kebiasaan makan tidak sehat
Ketergantungan pada rasa manis, asin, dan gurih berlebihan
Menimbulkan pola kebiasaan makan yang cenderung memilih-milih makanan (picky eater), hanya meminta makanan/minuman tertentu, dan makan sedikit, sehingga membatasi variasi, kuantitas, dan kualitas zat gizi yang masuk ke dalam tubuh anak.
Cara Memastikan Snack yang Aman untuk Anak
Berikut tips memilih snack kemasan yang ramah anak menurut IDAI:
Pilih snack kemasan yang aman. Pastikan camilan bebas dari bahan tambahan pangan (BTP) berbahaya seperti formalin, rhodamin B, asam borat, dan zat terlarang lainnya yang bisa merusak organ dan memicu kanker.
Snack harus diproses dan disajikan secara higienis untuk mencegah kontaminasi.
Perhatikan kondisi gizi dan kebutuhan hariannya. Untuk anak dengan berat badan berlebih, pilih camilan yang rendah kalori tapi tetap mengenyangkan, seperti buah potong. Hindari jus buah karena mengandung gula tambahan. Jika mengonsumsi susu, pilih yang rendah atau tanpa lemak untuk anak usia di atas 2 tahun.
Biasakan anak hanya minum air putih. Anak-anak sebaiknya menghindari konsumsi minuman manis seperti teh manis, minuman bersoda, atau susu kental manis.
Snack Kemasan Khusus Bayi Apakah Aman?
Snack kemasan bayi umumnya dirancang untuk mendukung tahap MPASI (makanan pendamping ASI) dan pertumbuhan bayi secara aman. Produk ini biasanya berupa biskuit bayi, puffs, puree buah dalam pouch, atau cereal bayi instan. Pemberian snack keamasan pada bayi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan:
Diformulasikan khusus untuk bayi, tekstur dan ukuran aman untuk dikunyah.
Biasanya sudah difortifikasi dengan zat gizi penting seperti zat besi dan vitamin.
Praktis dan higienis, cocok untuk dibawa saat bepergian.
Sebagian besar sudah mendapat izin BPOM, jadi keamanannya terjamin.
Kekurangan:
Jika diberikan terlalu sering, bisa membuat bayi lebih suka ngemil daripada makan makanan utama.
Beberapa masih terdapat tambahan gula dan karbohidrat tersembunyi seperti maltodekstrin
Rasa dan tekstur kurang bervariasi, sehingga bayi menjadi kurang terbiasa dengan makanan rumahan.
Harganya biasanya lebih mahal dibanding camilan buatan sendiri.
Referensi:
Sulistiawati, D. (2023). Agensi anak dalam pembentukan kebiasaan jajan balita dengan status gizi kurang di Rawa Bogo, Bekasi. Antropologi Indonesia, 44(1).
FAO/WHO Codex Alimentarius. (2006). Standards for processed cereal-based foods for infants and young children (CODEX STAN 074-1981, Rev. 1-2006). Food and Agriculture Organization of the United Nations / World Health Organization.