Berat badan yang stagnan pada anak bukanlah sekadar angka di timbangan, namum merupakan indikator penting yang bisa menandakan masalah kesehatan yang mendasari dan memerlukan perhatian serius.
Yuk, ketahui bagaimana ciri-ciri berat badan anak stagnan, bagaimana memantaunya, apa yang harus dilakukan orang tua di rumah, dan kapan anak harus dibawa ke dokter!
Pantau Pertumbuhan Anak dengan Grafik Pertumbuhan WHO
Salah satu alat paling umum dan efektif untuk memantau pertumbuhan anak adalah grafik pertumbuhan WHO (World Health Organization). Grafik pertumbuhan WHO tersedia untuk anak laki-laki dan perempuan dari lahir hingga usia 5 tahun, mencakup indikator seperti berat badan menurut usia, tinggi badan menurut usia, berat badan menurut tinggi badan, dan indeks massa tubuh (IMT) menurut usia. Grafik WHO dapat diakses di dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dimuat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS).
Pengisian KMS atau plot grafik pertumbuhan biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader posyandu. Namun, orang tua tetap perlu secara rutin menimbang dan mengukur tinggi badan anak, lalu monitoring hasil plotnya pada grafik pertumbuhan yang relevan. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pemantauan rutin terhadap berat dan tinggi badan anak sangat penting dalam mengidentifikasi masalah pertumbuhan, seperti stunting, kekurangan gizi, maupun kelebihan berat badan. Tindakan intervensi sejak dini berdasarkan hasil pemantauan grafik pertumbuhan terbukti dapat secara signifikan memperbaiki kondisi dan hasil kesehatan anak.
Ciri-ciri Berat Badan Anak yang Stagnan
Berat badan anak yang stagnan tidak selalu mudah dikenali hanya dengan melihatnya. Meskipun angka di timbangan adalah indikator utama, ada beberapa ciri lain yang dapat menjadi petunjuk bagi orang tua. Berikut merupakan ciri-ciri berat badan yang stagnan pada anak:
1. Pola Pertumbuhan Berat Badan yang Tidak Meningkat atau Cenderung Turun
Deteksi dari grafik/kurva pertumbuhan adalah indikatur paling jelas dan objektif. Jika dalam beberapa kali penimbangan berat badan anak tidak mengalami peningkatan, atau bahkan menunjukkan penurunan, ini adalah tanda peringatan serius.
2. Pakaian Terasa Sama untuk Waktu yang Lama
Anak-anak umumnya mengalami pertumbuhan yang pesat, sehingga pakaian yang mereka kenakan bisa menjadi sempit atau tidak lagi pas hanya dalam hitungan bulan. Jika pakaian anak-anak terasa pas untuk jangka waktu yang sangat lama, ini bisa menjadi indikasi pertumbuhan yang melambat.
3. Penurunan Energi atau Lesu dalam Menjalankan Aktivitas Sehari-Hari
Anak yang mengalami berat badan stagnan, kemungkinan tidak memperoleh asupan gizi yang memadai, sehingga berisiko mengalami kekurangan energi, mudah lelah, tampak lesu, dan kurang aktif dibandingkan anak-anak seusianya.
4. Perkembangan Motorik atau Kognitif Terlambat
Nutrisi yang tidak memadai tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan otak dan motorik. Anak mungkin menunjukkan keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan seperti duduk, merangkak, berjalan, atau bahkan berbicara.
5. Anak Menjadi Lebih Sering Sakit
Sistem kekebalan tubuh anak yang kekurangan gizi cenderung lebih lemah, membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit yang berulang, seperti batuk, pilek, diare, atau infeksi telinga.
6. Hilangnya Lemak di Bagian Tubuh Tertentu
Pada kasus yang lebih parah, orang tua mungkin memperhatikan hilangnya lemak subkutan, terutama di wajah, bokong, atau paha, membuat anak terlihat lebih kurus dari biasanya.
7. Nafsu Makan yang Buruk atau Pola Makan yang Sangat Pemilih (Picky Eating)
Meskipun ini bisa menjadi penyebab, ini juga bisa menjadi ciri. Anak yang enggan makan atau hanya mau makan jenis makanan tertentu dapat mengalami kekurangan nutrisi yang menyebabkan stagnasi berat badan.
Langkah yang Bisa Dilakukan Di Rumah oleh Orang Tua
Ketika orang tua mencurigai berat badan anak stagnan, ada beberapa langkah proaktif yang bisa dilakukan di rumah sebelum mencari bantuan profesional. Penting untuk diingat bahwa langkah-langkah ini bersifat mendukung dan bukan pengganti saran medis. Berikut merupakan langkah-langkah yang bisa dilakukan.
1. Tinjau Kembali Asupan Nutrisi
Pastikan anak mengonsumsi pola makan seimbang yang mengandung kalori padat gizi, serta mencukupi kebutuhan protein, lemak sehat, karbohidrat kompleks, vitamin, dan mineral. Fokus pada makanan utuh seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, daging tanpa lemak, telur, produk susu, dan kacang-kacangan (sesuai usia dan tanpa risiko tersedak). Hindari makanan olahan, minuman manis, dan camilan tidak sehat yang tinggi gula dan lemak trans. Sebuah penelitian menekankan pentingnya diet berkualitas tinggi pada masa kanak-kanak awal untuk mendukung pertumbuhan optimal dan mencegah malnutrisi.
2. Tawarkan Porsi yang Lebih Kecil tapi Sering
Anak-anak mungkin tidak dapat mengonsumsi porsi besar sekaligus. Coba tawarkan makanan dalam porsi kecil tetapi lebih sering, misalnya 5-6 kali sehari termasuk camilan sehat.
3. Tambah Kalori pada Makanan
Tingkatkan asupan kalori anak dengan menambahkan bahan bergizi tinggi tanpa memperbesar porsi secara signifikan. Contohnya, tambahkan minyak zaitun pada sayuran kukus, taburi sup dengan keju parut, atau oleskan mentega kacang pada roti. Pilih susu dan yogurt full cream dibandingkan versi rendah lemak untuk menambah energi dan nutrisi.
4. Libatkan Anak dalam Proses Makan
Buat waktu makan menjadi pengalaman yang positif. Izinkan anak memilih beberapa makanan sehat, libatkan mereka dalam persiapan makanan (jika aman), dan makan bersama sebagai keluarga. Hindari paksaan atau tekanan saat makan.
5. Batasi Minuman Manis dan Jus Berlebihan
Minuman ini dapat mengisi perut anak tanpa memberikan nutrisi yang berarti, mengurangi nafsu makan untuk makanan padat. Dorong anak untuk minum air putih sebagai minuman utama.
6. Cukupi Waktu Istirahat dan Tidur
Waktu tidur yang cukup memegang peran penting dalam mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Pastikan anak mendapatkan waktu tidur yang direkomendasikan sesuai usianya.
7. Tingkatkan Aktivitas Fisik yang Sedikit Lebih Berat
Meskipun mungkin terdengar kontradiktif, aktivitas fisik yang sedikit lebih berat dapat membantu meningkatkan nafsu makan dan metabolisme yang sehat. Hindari aktivitas yang terlalu intens yang dapat membakar terlalu banyak kalori tanpa asupan yang cukup.
Kapan Anak Harus Dibawa ke Dokter?
Meskipun intervensi di rumah penting, ada situasi di mana orang tua harus segera mencari bantuan medis profesional. Menunda kunjungan ke dokter dapat memperburuk kondisi yang mendasari dan menghambat pertumbuhan anak. Berikut ini adalah tanda-tanda anak harus segera dibawa ke dokter.
1. Berat Badan Tidak Mengalami Kenaikan Selama 2–3 Bulan Berturut-turut
Jika setelah melakukan penyesuaian diet dan gaya hidup di rumah, berat badan anak tidak menunjukkan peningkatan yang konsisten selama beberapa bulan, ini adalah sinyal kuat untuk berkonsultasi dengan dokter.
2. Penurunan Berat Badan
Jika anak justru mengalami penurunan berat badan, ini adalah kondisi darurat yang memerlukan perhatian medis segera. Penurunan berat badan bisa menjadi indikator penyakit serius.
3. Anak Terlihat Sangat Kurus atau Lesu
Jika orang tua melihat tulang rusuk anak sangat menonjol, otot-ototnya terlihat menyusut, atau anak tampak sangat lesu dan tidak berenergi, segera konsultasi ke dokter.
4. Adanya Gejala Lain yang Menyertai
Jika berat badan yang stagnan juga disertai dengan gejala lain seperti demam kronis, diare berkepanjangan, muntah berulang, batuk kronis, kesulitan menelan, nyeri perut, atau perubahan perilaku yang signifikan, ini menandakan perlunya evaluasi medis.
5. Kecurigaan Adanya Kondisi Medis yang Mendasari
Beberapa kondisi medis seperti penyakit celiac, penyakit radang usus (IBD), gangguan tiroid, penyakit jantung bawaan, infeksi kronis, atau masalah ginjal dapat menyebabkan berat badan yang stagnan. Dokter akan dapat melakukan pemeriksaan dan tes yang diperlukan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan kondisi ini.